A motherless child

Hari ini hari ibu. Katanya. Semua grup whatsapp, BBM, facebook, path, Instagram (and you name all those kind of apps) sibuk memajang gambar Ibu, Emak, Mama, atau bahkan quotes yang luar biasa dahsyatnya.

Kali ini saya tidak lebay ikutan. Bukannya ga sayang sama emak, cuma karena sedih dan baper. Jadi saya memutuskan untuk menulis saja.

Mama, sang bundo kanduang, meninggal dunia karena sakit pada saat saya sekolah di Oz dan tak mampu mengejar waktu untuk melihatnya terakhir kali. Rasa sesalnya masih ada sampai sekarang.

Mama, sang mertua kesayangan, juga sudah meninggal dunia juga karena sakit. Alhamdulillah, Allah masih kasih kesempatan kepada saya untuk melepas kepergiannya.

Ibu, sang nenek kesayangan, juga pergi karena sakit. Andung, nenek super tough sudah meninggal dunia pula.

Yes, I’m a motherless child now.

Tapi saya ikhlas, karena saya percaya Allah memberikan yang terbaik untuk wanita-wanita terbaik yang pernah ada.

Lalu, kenapa saya baper? Simply, karena saya merindukan mereka sangat.

Tadi pagi, di kereta, ada anak kuliahan yang di telpon ibunya. Dia bilang dia mau ke kampus mau bimbingan skripsi. Ah.. Saya rindu masa-masa itu. Masa menelpon mama untuk bilang, “Ma, doain dede yah Ma!”. Masa masuk kamarnya, memeluknya dan ngobrol sampai pagi.

Saya sangat percaya doa Mama. Kalau saya kebangun malam hari, saya suka intip, lihat mama sujud lama, berdoa, nama saya disebut, nama kakak dan adik saya juga.. kadang pagi-pagi saya lihat dia tertidur masih pakai mukena di atas sajadahnya.

Kalau dibilang hidup saya penuh keberuntungan pastinya karena doa-nya Mama. Kuliah jarang, lulus tergolong yang pertama. Kerja pun dapat yang bagus, padahal ga pinter-pinter amat. Kalau saya dalam kesulitan, saya cukup telpon Mama untuk meminta doa, dan saya yakin masalah saya pasti beres.. Dan itu terbukti.

Saya masih ingat, pembicaraan saya terakhir sama Mama lewat telpon. Saat itu saya mau mid test. Kuliah di negara orang dengan sistem yang berbeda bikin saya cukup stress. Biasa, butuh obat penenang, terus nelpon mama. “Ma, jangan lupa doain dede yah Ma!”, ucap saya manja butuh dukungan. Mama cuma bilang, “Nak, kamu ga usah minta Mama selalu doain kamu… Sekarang, kamunya sendiri doa nya gimana?”. *Sleeepppaaakkkk… rasanya tertampar bolak balik.

Dan, itu pembicaraan saya terakhir.

Beberapa hari kemudian saya di telpon rumah, mama masuk ICU.. saya cari tiket pulang kesana kemari, dapat hari Jumat subuh. Ternyata Mama berpulang lebih dahulu 6 jam sebelum jadwal penerbangan saya. Saya hanya sempet mengucapkan perpisahan via telp yang ditempelkan di kupingnya, “Ma, mama capek yah? Maafin dede yah ma, dede ikhlas… yang penting mama bahagia…”.. tapi tak ada lagi balasan suara merdunya, yang terdengar hanya suara tit-tit-tit mesin di ruangan ICU… Dan mama pun dibawa pulang ke rumah, dan meninggal di kamar saya.. Semua menemaninya berpulang, anak-anaknya, sahabatnya, cucunya, kecuali saya.

 

Berikutnya setiap saya ujian atau menghadapi masalah, saya tak bisa menelponnya tau menemuinya di kamar untuk berbicara panjang lebar. Mama mertua menemani saya disaat sulit itu… Saya teruskan kebiasaan saya menelpon minta doa dan lain-lain ke Mama Ian. Tapi beliau juga meninggalkan saya..

 

Kesepian luar biasa. Pernah ada masalah, saya kebingungan sendiri, terngiang pesan Mama. Saat itu saya merasa kekuatan saya hilang. Saya harus berdoa sendiri untuk diri saya. Rasanya sulit membandingkan bagaimana ketenangan saya kalau ada Mama di samping saya.

 

Jadi, kalau ada anak yang menyia-nyiakan ibunya, sungguh rugi banget. Buat senang lah. Telpon lah. Ajak jalan. Belikan kesukaannya. Ajak dia ngobrol. Tanya masa kecilnya. Tanya masa mudanya. Tanya siapa pacar pertamanya. Tanya bagaimana dia mengatasi kesulitan dan masalah di hidupnya. Tanya bagaimana dia bertahan. Tanya resep masakannya yang super lezat itu. Catat pesan-pesannya. Foto bersama. Tanya apa yang paling disukainya dan tidak disukainya dari kita. Percuma bikin status sayang emak di facebook doank… Percaya deh, buat dia bahagia.

Karena mungkin kita sudah terlalu terlambat untuk itu semua…

Beliau-beliau mah ga akan minta, di repotin kayak apa juga mau. Waktunya bahagia di hari tua masih dititipin cucu juga senang-senang saja… Tapi kog yah masa tega ngerepotin sampe akhir hayat…

 

Well, You never know what you have til it’s gone…

 

Maaf yah kalau saya terkesan menggurui. Saya menulis ini sekedar untuk mengingatkan diri saya sendiri: Apakah nanti saya jadi ibu yang dirindukan anaknya ketika saya tidak ada? Atau ketakutan saya, anak saya malah merasa as a motherless child, padahal mamanya masih ada tapi sibuk ga jelas. Audzubillah…

Sebenarnya saya masih pingin cerita banyak tentang mama saya. Tapi, maaf, saya sudahi dulu yah… Mau nelp seseorang.….

“Halo Nak, lagi ngapain?, Mama kangen….”

4 thoughts on “A motherless child

  1. Hi sist
    Thx for remind

    Gw fans lo ni
    Gw salah satu orang yang suka baca tulisan tulisan lo

    Cerita lo selalu memberikan saya inspirasi

    Tapi tetep tulisan lo yang paling gw suka adalah, tulisan pada saat lo ada di airplane menuju ina, yang juga menceritakan tentang mama

    Kenapa ga jadi penulis aja lo nyon

    Go for it lah

    Like

Leave a comment