La la land (2016)

mv5bmzuzndm2nzm2mv5bml5banbnxkftztgwntm3ntg4ote-_v1_sy1000_sx675_al_

“City of stars
Are you shining just for me?
City of stars
There’s so much that I can’t see
Who knows?
Is this the start of something wonderful and new?
Or one more dream that I cannot make true?”

(see the trailer )

 

 

Brilliant, Beautiful,  dan Sweet. Tiga kata dari saya untuk film ini. Saya bukan penggila film musikal. Tapi cukup menikmatinya. Film ini lebih ringan daripada Les Miserables dan ceritanya yang jauh lebih kuat dan tidak mengada-ada daripada Glee misalnya (Maaf ga apple to apple yak).

 

Film ini tentang mimpi, cinta dan pengorbanan. Tapi, saya tidak mau banyak cerita tentang alur cerita film ini, tapi lebih kepada bagaimana para pemain film ini bersungguh-sungguh dengan perannya. Keliukan tarian, tekanan di tuts piano dan setiap tone nyanyian diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Saya menikmatinya. Dari segi musik, saya bisa bilang perfecto. Lagunya terus menempel di kepala membuat saya terus bersenandung.

 

Cerita yang ringan, tapi dalam. Ketika kita beranjak dari kursi, saya bilang ke sebelah, “I want more”. Saya belum puas, dan masih ingin film ini terus berlanjut. Andai bisa terus menyaksikan Ryan Gosling di pianonya. Emma juga bermain sangat prima. Badannya ringan seperti kapas, melihatnya indah melompat-lompat dan menari tanpa beban.

 

Pesan yang disampaikan cukup kuat. Tapi begitulah seharusnya. Kompromi dengan kenyataan dan istiqomah dengan tujuan.

 

Well said. This movie is awesome.

Dari saya: 9/10

 

 

 

Resign Prep

Kira-kira di tanggal-tanggal sekarang tahun lalu, saya sedang sibuk-sibuknya mengurus my resignation. Berhenti bekerja untuk beberapa saat yang saya tak bisa tentukan. Sebuah keputusan besar yang saya ambil setelah bekerja sekian tahun di saat pekerjaan saya saat itu cukup baik dan gaji yang lebih dari cukup.Pikiran saya hari ini kembali melayang ke masa-masa itu, ketika seorang kawan baik saya baru saja menanyakan: “Apa yang harus saya siapkan untuk resign?”

 

Saya tercekat. Sebenernya mungkin di pikiran saya, ‘why do you do this? Have you think twice?’. But, well, who am I to judge? Saya bahkan melakukannya sebelum dia. Apapun alasannya mungkin dia sudah pikirkan masak-masak. Saya pun mendukung keputusannya 100%.

 

Ini mungkin pertanyaan yang kesekian kali saya terima dari orang yang berbeda. Mereka pikir saya anti mainstream, berani keluar dari zona nyaman, makanya cukup banyak yang bertanya.  Padahal mungkin hanya nekad atau sedikit pilhan. I know, setiap orang punya alasan masing-masing yang ia percayai.

 

Berulang kali saya mencoba menjelaskan tahapannya ke beberapa orang. Secara administrasi mungkin mudah hal itu dilakukan, bikin surat pengunduran diri, sampaikan kepada pihak yang tepat, dan selesai. Tapi ternyata bukan hanya itu. Sebagai teman, di luar permasalahan administrasi, let me tell you a secret: it’s never been so easy.  Rasanya mungkin saya perlu menuangkan ini, siapa tau ada yang perlu.

 

Pertama, pastikan keputusan itu tidak diambil karena masalah emosional. Kecuali yah memang sifatnya force majure. Saya memikirkan hal ini setahun sebelum surat pengunduran diri saya draft. Analis macam saya bahkan bikin SWOT analysis sederhana. Analysis resiko dan mitigasi plan. Apa plus minusnya, apa kesempatan dan masalah yang mungkin saya hadapi. Ketika keputusan itu bulat, saya sudah berada di posisi tidak bisa ditawar. Bahkan ketika atasan saya menawarkan hal yang menurut saya cukup menarik. saya bisa menolaknya sambil tersenyum. Apa jadinya jika kemudian saya iyakan. mungkin hanya sedemikian harga keputusan saya ini.

 

Kedua, diskusikan dengan keluarga. Sampaikan kira-kira apa yang akan terjadi jika keputusan itu diambil. Jika ada masalah gambarkan kira-kira solusinya. Jangan bicarakan tanpa ada solusi yang ditawarkan. Hal yang paling sensitive misalnya, ketika saya berhenti bekerja maka mungkin secara financial hal ini akan mengganggu. Apa yang harus dilakukan, solusi apa yang ditawarkan? Mungkin mengurangi gaya hidup, menggunakan tabungan sekolah anak untuk sementara dan lain-lain. Ini konsekuensi bersama yang tidak pernah mudah. Ketika itu, hal ini cenderung mudah saya lewati bersama pasangan. Kami sadar ini akan cukup berdampak, tapi kami siap dengan resikonya. Hal yang sulit buat saya ketika harus mendiskusikan hal ini dengan ayah saya. Saya tahu dia tidak rela, setelah bersusah payah menyekolahkan saya sekian lama. Cukup lama menyakinkan dia. Walau dengan raut kecewa, akhirnya dia bilang saat itu, “Papa percaya kamu pasti sudah memikirkan masak-masak. Kalau itu merurut kamu penting dan buat kamu happy, so do it”. Well, di kemudian hari hikmahnya adalah ternyata saya bisa menemani dia di saat dia sakit berat saat semua anaknya yang lain sibuk kerja. Itu kebanggaan saya.

 

Ketiga, pikirkan setelah ini apa? Apa bekerja lagi? Apa sekolah lagi? Usaha apa? Nambah anak lagi? Kawin?. Ini bisa jadi juga menjadi langkah ke-0 yang menjadikan alasan dari semua keputusan. Pertimbangkan masak-masak. Saat itu, saya baru punya rencana mau apa. Setelah resign, pelan-pelan saat ini saya coba wujudkan. Dan, ingatlah, ketika menjalaninya sangat sulit. Kalo kamu yang selama ini yang duduk-duduk manis, tidur di waktu rapat dan santai di kantor masih di gaji, waspadalah. Outside, maybe there is no one will pay you for this. Dunia luar sana kejam. Penuh tantangan, Tapi disitulah kenikmatannya.

 

Keempat, kapan saatnya?. Ini perlu dipertimbangkan masak-masak. Hindari resign di saat work load sedang tinggi-tingginya. Atau saat krisis lagi melanda, sebaiknya di-pending dulu. Why? Karena itu akan mempengaruhi hubungan kerja dan your own image. Serius nyebelin kalo ada temen yang resign melimpahkan segala tanggungjawab secara barbarian. Kalau ternyata  masih lama, sebaiknya tidak perlu dibicarakan. Ngapain ngomong-ngomong ajeh tapi ga di jalanin. Resign itu dipraktekin.  Walk the talk. Juga, perhatikan aturan, apakan one month notice harus disampaikan dan lain-lain. Perhatian terhadap waktu ini sangat penting. Selesaikan seluruh pekerjaan, dan manfaatkan waktu yang ada untuk persiapan.

 

Kelima, sampaikan dengan baik. Lihat sikon. Jangan ngomongin ini ketika Pak/Bu Bos abis marah-marah misalnya.  Ketika kita pertama masuk kantor, kita datang dalam keadaan baik dan penuh harapan. Seperti itu pulalah seharusnya kita keluar. Akan selalu ada orang yang menanggapi secara negatif, tapi kalau kita bisa menjaga hubungan baik, Insyaa Allah hal ini bisa hilang dengan sendirinya.

 

Keenam, selesaikan hutang kerjaan, laporan dan syarat-syarat administrasi lainnya. Manfaatkan fasilitas cuti, kesehatan dan lain sebelum berakhir. Rapihkan meja, dan buang sampahmu. Ini seharusnya masa-masa menyenangkan.

 

Terakhir, sampaikan perpisahan, maaf dan terimakasih. Saat itu adalah saat yang terberat buat saya. Sekian lama bercengkrama, ketemu setiap hari, penuh suka duka. Dan itu harus berakhir. Disitulah saya merasa sedih. Hari-hari berikutnya mungkin tak lagi sama. But, I was ready for a new adventure. Tetap jaga hubungan baik walau semenyebalkan itu orangnya. Karena rejeki datangnya dari banyak pintu, diantaranya teman-teman baik.

 

Itu pengalaman saya. Well friend, congrats for your plan, welcome to the club!

Belajar dari anak (Part 2)

Mau cerita.

 

Tetiba pulang sekolah kemarin, cip nanya: ‘Mom, what the tolerance means?’.

 

Dalam bahasa anak 8 tahun, menjelaskan hal itu susah-susah gampang ternyata.

 

Kemudian, Si emak pun sibuk menjelaskan tentang perbedaan, hormat menghormati, saling menghargai, etika berpendapat, bullying bla bla bla, pake contoh segala… si ana si anu, hampir keluar segala jurnal dan references.

 

Dan Cip pun  menjawab: ‘But Mom, sometime I fell tidak dihormati…’.

 

Si emak tercekat. ‘Sama siapa nak?’. Emak dah mulai panas, berani2nya ma anak gue..

 

‘You. You always busy with your phone.’

 

Emak tertampar. KO di ronde pertama.

 

Mungkin anak jauh lebih dewasa dr yang kita pikirkan. Dan yang dewasa lebih kekanak2an..
Well noted nak. Maapin yak.

 

 

A movie review: Dilwale (2015)

dilwale

Buat para penggemar Shah Rukh Khan dan Kajol, film ini pasti sangat di nanti-nanti. Sebuah reuni besar yang ditunggu lebih dari satu dekade. Seperti halnya mendatangi satu pesta reuni, you have to ready for anything that could be happened…

Buat saya, ini sebuah pesta reuni yang nyaris gagal. Kenapa saya bilang begitu?

 

Pertama, cerita film ini yang dangkal. Saya mungkin mengaharapkan cerita film yang dibintangi dua bintang ternama ini akan sekuat cerita di film lama mereka, Kuch Kuch Hota Hai (KKHH). Apa daya, ceritanya tak ubahnya sinetron berseri yang sudah tertebak di 5 menit pertama. Terlalu banyak cerita sampingan yang membiaskan cerita utamanya. Apakah ini film drama, action atau komedi? Gado-gado pastinya. Film ini banyak mengekspos kemewahan yang tidak berarti. Kemewahan memang umum di film-film India, tapi di film ini it’s just too much.

 

Kedua, tidak kuatnya moral story dalam film ini. Biasanya di film India, kekuatan ceritanya ada pada moral story yang hendak dibangun. Tapi di Dilwalee, I got lost. Apakah kemudian moral story-nya adalah mencuri dari sahabat diperbolehkan? Apakah mencuri untuk membiaya pacaran itu boleh? Apakah keluarga mafia seharusnya tidak boleh jatuh cinta? Apakah jangan move on kalau patah hati?

 

Ketiga, terlalu banyak faktor kebetulan. Kebetulan di dunia yang luas ini, mereka ketemu lagi di tempat yang berbeda. Kebetulan mereka berdua punya adek yang seusia. Kebetulan mereka tidak punya ibu. Kebetulan mereka berdua dari keluarga mafia. Kebetulan mereka berdua jagoannya di masing-masing keluarga. Kebetulan kedua ayah mereka mati. Kebetulan hujan setiap mereka bersama… Oh come on!

 

Dengan artis caliber macam Shahrukh Khan dan Kajol, sayang sekali ceritanya gitu doank… Mbok yah dibikin lebih dramatis.. Biasanya nonton India berlinang air mata. Menggugah emosi maksimal, tapi tidak yang ini…

 

Untunglah saya masih menggunakan kata nyaris… Akting SRK dan Kajol tetap prima. Mereka tetap bermain dengan baik. Saya sempat terbawa rasa kekecewaan dan patah hati yang mereka alami karena kesalahpahaman.

Komen saya atau penampakan mereka berdua di usia saat ini: how they life well.. tidak ada perubahan berarti selama lebih dari satu decade. SK bahkan terlihat lebih prima bermain adegan-adegan action.. Sedangkan Kajol tetap terlihat cantik dibalut baju-bajunya yang bagus..

 

Cinematography-nya juga cukup baik. Pemandangan yang ditawarkan pada saat SRK dan Kajol bernyanyi di mabuk cinta sangat indah… Pemeran pendukungnya (Varun Dhawan dan Kriti Sanon) juga dari penampilan fisik tidak bisa dibilang jelek. Tapi, actingnya masih perlu banyak diasah..

 

Overall, kalau punya waktu 3 jam untuk di bunuh, tak apalah nonton film ini.. Setidaknya mengobati rasa kangen sama actingnya SRK dan Kajol… Tapi kalau disuruh nonton lagi hmm.. saya masih mikir kog yang mending nonton KKHH untuk kesekian kalinya…

 

Score dari saya: 6.5/10

 

 

 

A motherless child

Hari ini hari ibu. Katanya. Semua grup whatsapp, BBM, facebook, path, Instagram (and you name all those kind of apps) sibuk memajang gambar Ibu, Emak, Mama, atau bahkan quotes yang luar biasa dahsyatnya.

Kali ini saya tidak lebay ikutan. Bukannya ga sayang sama emak, cuma karena sedih dan baper. Jadi saya memutuskan untuk menulis saja.

Mama, sang bundo kanduang, meninggal dunia karena sakit pada saat saya sekolah di Oz dan tak mampu mengejar waktu untuk melihatnya terakhir kali. Rasa sesalnya masih ada sampai sekarang.

Mama, sang mertua kesayangan, juga sudah meninggal dunia juga karena sakit. Alhamdulillah, Allah masih kasih kesempatan kepada saya untuk melepas kepergiannya.

Ibu, sang nenek kesayangan, juga pergi karena sakit. Andung, nenek super tough sudah meninggal dunia pula.

Yes, I’m a motherless child now.

Tapi saya ikhlas, karena saya percaya Allah memberikan yang terbaik untuk wanita-wanita terbaik yang pernah ada.

Lalu, kenapa saya baper? Simply, karena saya merindukan mereka sangat.

Tadi pagi, di kereta, ada anak kuliahan yang di telpon ibunya. Dia bilang dia mau ke kampus mau bimbingan skripsi. Ah.. Saya rindu masa-masa itu. Masa menelpon mama untuk bilang, “Ma, doain dede yah Ma!”. Masa masuk kamarnya, memeluknya dan ngobrol sampai pagi.

Saya sangat percaya doa Mama. Kalau saya kebangun malam hari, saya suka intip, lihat mama sujud lama, berdoa, nama saya disebut, nama kakak dan adik saya juga.. kadang pagi-pagi saya lihat dia tertidur masih pakai mukena di atas sajadahnya.

Kalau dibilang hidup saya penuh keberuntungan pastinya karena doa-nya Mama. Kuliah jarang, lulus tergolong yang pertama. Kerja pun dapat yang bagus, padahal ga pinter-pinter amat. Kalau saya dalam kesulitan, saya cukup telpon Mama untuk meminta doa, dan saya yakin masalah saya pasti beres.. Dan itu terbukti.

Saya masih ingat, pembicaraan saya terakhir sama Mama lewat telpon. Saat itu saya mau mid test. Kuliah di negara orang dengan sistem yang berbeda bikin saya cukup stress. Biasa, butuh obat penenang, terus nelpon mama. “Ma, jangan lupa doain dede yah Ma!”, ucap saya manja butuh dukungan. Mama cuma bilang, “Nak, kamu ga usah minta Mama selalu doain kamu… Sekarang, kamunya sendiri doa nya gimana?”. *Sleeepppaaakkkk… rasanya tertampar bolak balik.

Dan, itu pembicaraan saya terakhir.

Beberapa hari kemudian saya di telpon rumah, mama masuk ICU.. saya cari tiket pulang kesana kemari, dapat hari Jumat subuh. Ternyata Mama berpulang lebih dahulu 6 jam sebelum jadwal penerbangan saya. Saya hanya sempet mengucapkan perpisahan via telp yang ditempelkan di kupingnya, “Ma, mama capek yah? Maafin dede yah ma, dede ikhlas… yang penting mama bahagia…”.. tapi tak ada lagi balasan suara merdunya, yang terdengar hanya suara tit-tit-tit mesin di ruangan ICU… Dan mama pun dibawa pulang ke rumah, dan meninggal di kamar saya.. Semua menemaninya berpulang, anak-anaknya, sahabatnya, cucunya, kecuali saya.

 

Berikutnya setiap saya ujian atau menghadapi masalah, saya tak bisa menelponnya tau menemuinya di kamar untuk berbicara panjang lebar. Mama mertua menemani saya disaat sulit itu… Saya teruskan kebiasaan saya menelpon minta doa dan lain-lain ke Mama Ian. Tapi beliau juga meninggalkan saya..

 

Kesepian luar biasa. Pernah ada masalah, saya kebingungan sendiri, terngiang pesan Mama. Saat itu saya merasa kekuatan saya hilang. Saya harus berdoa sendiri untuk diri saya. Rasanya sulit membandingkan bagaimana ketenangan saya kalau ada Mama di samping saya.

 

Jadi, kalau ada anak yang menyia-nyiakan ibunya, sungguh rugi banget. Buat senang lah. Telpon lah. Ajak jalan. Belikan kesukaannya. Ajak dia ngobrol. Tanya masa kecilnya. Tanya masa mudanya. Tanya siapa pacar pertamanya. Tanya bagaimana dia mengatasi kesulitan dan masalah di hidupnya. Tanya bagaimana dia bertahan. Tanya resep masakannya yang super lezat itu. Catat pesan-pesannya. Foto bersama. Tanya apa yang paling disukainya dan tidak disukainya dari kita. Percuma bikin status sayang emak di facebook doank… Percaya deh, buat dia bahagia.

Karena mungkin kita sudah terlalu terlambat untuk itu semua…

Beliau-beliau mah ga akan minta, di repotin kayak apa juga mau. Waktunya bahagia di hari tua masih dititipin cucu juga senang-senang saja… Tapi kog yah masa tega ngerepotin sampe akhir hayat…

 

Well, You never know what you have til it’s gone…

 

Maaf yah kalau saya terkesan menggurui. Saya menulis ini sekedar untuk mengingatkan diri saya sendiri: Apakah nanti saya jadi ibu yang dirindukan anaknya ketika saya tidak ada? Atau ketakutan saya, anak saya malah merasa as a motherless child, padahal mamanya masih ada tapi sibuk ga jelas. Audzubillah…

Sebenarnya saya masih pingin cerita banyak tentang mama saya. Tapi, maaf, saya sudahi dulu yah… Mau nelp seseorang.….

“Halo Nak, lagi ngapain?, Mama kangen….”